Indonesia sebagai negara yang
merdeka berlandaskan Pancasila sebagai dasar serta filosofi Bangsa, sesungguhnya
menjamin perlindungan bagi setiap warga negara didalam segala aspek
kehidupannya. Inilah yang melandasi kehendak mulia dari para pendiri Republik
ini untuk membentuk Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Pancasila adalah dasar negara yang dipergunakan sebagai dasar mengatur
dan menyelenggarakan pemerintahan negara. Mengingat bahwa pancasila adalah
dasar negara, maka mengamalkan Pancasila mempunyai sifat imperaktif artinya
setiap warga negara indonesia harus tunduk dan patuh kepadanya. Siapa saja yang
melanggar pancasila sebagai dasar negara harus ditindak sesuai dengan hukum
yang berlaku dinegara Indonesia.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila merdeka sejak 17 Agustus
1945 saat ini sedang berada dalam masa transisi disetiap sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sejak era reformasi sampai dengan sekarang perubahan
terjadi dengan cepat dan menghasilkan dampak negatif maupun positif sangat
berpengaruh dalam sistem pemerintahan negara. Dinamika perubahan tersebut
membawa pergeseran nilai-nilai pranata kehidupan sosial ditengah masyarakat
baik secara individu maupun kelembagaan sehingga melemahkan persatuan bangsa.
Ekses dari perubahan-perubahan yang terjadi tidak hanya melahirkan krisis tapi
juga mengakibatkan masyarakat kehilangan orientasi keluhuran budi dan
kemantapan moral etika. Dari pengalaman sejarah, Pancasila beberapa kali
menjadi penyelamat dan perekat bangsa. Namun saat ini Pancasila tidak lagi
dijadikan sebagai falsafah dan pedoman hidup bangsa, peranannya sebagai dasar
negara menjadi kabur sehingga mengakibatkan terjadinya krisis identitas diri
bangsa Indonesia. Akibat dari perubahan-perubahan yang berlangsung sangat cepat
yang membuat masyarakat kehilangan orientasi serta memunculkan ekses tumbuh
suburnya etnosentralisme, premordialisme sempit, bentrok fisik, aksi-aksi teror
sampai dengan timbulnya gerakan separatisme. Hal tersebut apabila dibiarkan
dapat menimbulkan perpecahan bangsa.
Belakangan marak pemberitaan
tentang Negara Islam Indonesia (NII) dengan mahasiswa di beberapa perguruan
tinggi yang menjadi "korban" pencucian otak sehingga mau bergabung
dengan NII dengan sejumlah pengorbanan memberikan uang dan tindakan lainnya
yang tidak masuk akal. Tentu hal ini menjadi keprihatinan bersama mengingat
ideologi yang dianut NII membolehkan kekerasan dan tindakan kejahatan dalam
mencapai tujuan. Moment ini sejatinya menjadi intropeksi bersama. Karena isu
ini hanya menyebarkan benih-benih permusuhan dan kecurigaan antar kelompok di
bangsa ini. Ada baiknya kita kutip pernyataan Prof Dr. Syafi'I Maarif yang
menyatakan "andai dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI 1945 tidak terjadi
perdebatan mengenai dasar dan bentuk negara Indonesia, mungkin Indonesia sudah
lebih maju dari saat ini." Pernyataan yang menohok dan sangat
mendasar, suatu pesan bahwasanya perdebatan mengenai dasar negara harus
ditinggalkan karena begitu banyak waktu yang dihabiskan dan energi yang
dikeluarkan dalam pembahasan ini, karena seharusnya waktu dan energi lebih
banyak difokuskan dalam membangun bangsa ini.
Disamping itu, kecenderungan
masyarakat modern adalah maraknya budaya konsumerisme dan telah terbukti
membawa petaka bagi peradaban konserver, termasuk juga nilai-nilai luhur bangsa
timur yang sangat luhur. Neoliberalisme telah membuat umat manusia makin egois,
yang besar mengalahkan yang kecil, yang kuat mengalahkan yang lemah, yang kaya
mengalahkan yang miskin.
Hal ini juga berimbas pada tata
cara pengambilan keputusan di lembaga tertinggi negara seperti DPR yang
cenderung lebih suka menggunakan metode voting dan mengesampingkan musyawarah
dan mufakat. Sebagai contohnya Aceh disetujui oleh DPR tidak lagi menggunakan
Pancasila sebagai paham tertinggi digantikan paham golongan tertentu dan itu
artinya DPR ikut berandil menyelapkan nilai-nilai Pancasila di negeri ini.
Disetujuinya RUU Anti-Pornografi yang interprestasinya masih sangat rancu telah
menjadi benih perpecahan baru dan ada kecenderungan melawan nilai-nilai luhur
Pancasila. Ketidakpedulian pemerintah pada kasus-kasus berbau SARA telah juga
menjadi tragedi baru bagi bangsa ini, sebagai contohnya Poso dan Maluku.
Kerancuran hukum adat, negara dan hukum agama juga menjadi masalah baru bagi
kelestarian nilai-nilai Pancasila.
Fakta-fakta di atas hanya sebagian
kecil dari bukti lunturnya nilai-nilai Pancasila, kemudian kita boleh mencoba
mencari sebab kenapa semua itu bisa terjadi? Lalu apa solusi yang bisa kita
pakai untuk mengembalikan Pancasila ke nilai luhurnya? Sejak memasuki era reformasi, Pedoman Penghayatan dan
Pengalaman Pancasila dihentikan karena dianggap telah melebihi dari agama. Saat
ini, kita dapat menyaksikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan
dianggap aneh bilamana berbicara mengedapankan masalah nilai-nilai Pancasila.
Padahal kita semua paham Pancasila kekuatan terakhir bangsa untuk
mempertahankan diri dari perpecahan atau disintegrasi bangsa karena di dalamnya
selain terdapat lima sila juga ada sesanti: Bhineka Tunggal Ika. Sudah menjadi
kewajiban bagi para generasi muda sebagai penerus bangsa untuk memahami dirinya
sebelum memahami pihak lain.
Jati
diri, eksistensi, dan idealisme merupakan faktor-faktor penting yang mesti
diperhatikan dalam dinamika masyarakat. Eksistensi suatu masyarakat akan
semakin kokoh manakala idealisme dijadikan motor penggerak untuk mempertahankan
dan bahkan mengembangkan jati diri secara intensif, tanpa idealisme suatu
masyarakat akan kehilangan élan vital. Meskipun begitu, idealisme sering
dikorbankan ketika dinamika masyarakat karena berbagai pengaruh lebih
berorientasi kepada aspek-aspek pragmatis.
Di tengah terpaan pengaruh kekuatan
global, kita seharusnya menguatkan dan memperlengkapi diri agar tidak
terjerembab dalam lika-liku zaman sekarang ini. Salah satunya adalah dengan
menggali kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri.
Nilai-nilai itulah yang kemudian kita maknai sebagai energi untuk membangun
kembali jati diri bangsa ini. Bangsa ini bisa berdiri tegak, hanya jika mau
kembali menghidupkan dan sekaligus mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila itu
sendiri.